Formalisasi Evaluasi Keputusan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi Keputusan
Keputusan ialah hasil pemecahan persoalan yang dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan balasan atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa yang mesti dijalankan’ dan seterusnya perihal komponen-komponen penyusunan rencana. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu bahwasanya merupakan hasil proses fatwa yang berbentukpemilihan satu diantara beberapa alternatif yang mampu dipakai untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Pengambilan keputusan mampu dianggap selaku suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada penyeleksian sebuah jalur langkah-langkah di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan senantiasa menciptakan satu opsi akhir. Keputusan dibentuk untuk mencapai tujuan lewat pelaksanaan atau langkah-langkah.

Keputusan itu sendiri merupakan bagian acara yang sungguh vital. Jiwa kepemimpinan seseorang itu mampu dikenali dari kesanggupan menangani dilema dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang sempurna ialah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya ialah keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi kepada bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada keterkaitan.
Kemudahan atau kesusahan mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak alternatif yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil memiliki tinkat yang berlawanan-beda. Ada keputusan yang tidak terlalu berpengaruh kepada organisasi, tetapi ada keputusan yang mampu memilih kelancaran hidup organisasi. Oleh karena itu, hendaknya mengambil keputusan dengan hati-hati dan bijaksana.
1.2 Pendekatan dalam Pengambilan Keputusan
Berbagai pendekatan dalam mengambil keputusan, mirip dengan memakai pendekatan rasional yakni dengan cara menganalisis variabel-variabel terkait, memakai tata cara tertentu, dengan tahapan yang terperinci, dan dikerjakan oleh tenaga profesional. Tenaga profesional yaitu mereka yang mempunyai kompetensi bidang yang diteliti dan bisa memilih tata cara observasi yang tepat dan menggunakannya. Dengan proses tersebut maka keputusan rasional mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi, dapat diakuntabilitaskan dan diterangkan mengapa sebuah keputusan diambil. Dengan argumentasi tersebut maka para pemimpin berupaya untuk berlomba-kontes mengambil keputusan dengan sistem rasional, ialah dengan memakai berbagai sistem analisis seperti SWOT, Cause and Effect Analysis, Value Chain Analysis dan sebagainya.
Metode pengambilan keputusan rasional memang ialah sistem yang diunggulkan oleh berbagai pihak, namun hasil keputusan yang dihasilkan tidak selamanya benar dalam arti tidak dapat mengganti situasi menjadi lebih baik atau memberikan benefit seperti yang diharapkan, bahkan terdapat keputusan yang merugikan. Ini dibuktikan dengan adanya organisasi yang merugi dan bangkrut. Dengan argumentasi tersebut maka mampu diambil tamat bahwa tidak selamanya pengambilan keputusan rasional membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Ketidak berhasilan dalam pengambilan keputusan rasional tersebut disebabkan adanya pra keadaan yang tidak mampu dipenuhi. Prakondisi tersebut ialah analisis harus dilakukan oleh profesional, memakai tata cara analisis yang tepat, didukung dengan data yang lengkap, akurat dan terkini, dan tersedia cukup waktu.
Pengambilan keputusan ialah kawasan profesional, misalkan untuk memprediksi penyakit yang akan timbul pada animo banjir, merupakan kewenangan para dokter, sedangkan untuk memprediksi inflasi pada demam isu kemarau yaitu para ekonom, pastinya dengan dibantu pihak terkait dalam mengumpulkan data. Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua pengambilan keputusan dijalankan oleh para profesional karena kekurangan kewenangan. Pada kasus tertentu, para profesioanal terbatas untuk melakukan acara-acara mengidentifikasi dan menganalisis problem, memberikan alternatif penyelesaian, dan mempersiapkan usulan, sedangkan keputusan diambil oleh para pemimpin yang bertanggung jawab dan berwenang untuk menetapkan, sehingga sering terjadi, anjuran hasil analisis tidak diterima. Ini membuktikan bahwa para pemimpin disamping memperhatikan hasil analisis juga memakai cara lain dalam mengambil keputusan mirip pada ilustrasi berikut.
Dalam Robbins, Joe Gracia, vice president suatu perusahaan telah pengambilan keputusan untuk memilih lokasi pembangunan pabrik baru. Ia mempersiapkan membangun pabrik baru untuk memproduksi unsur elektronik satelit komunikasi di Atlanta. Untuk memutuskan lokasi tersebut, beliau menunjuk konsultan untuk melaksanakan kajian atas 5 alternatif lokasi pabrik gres. Laporan hasil kajian memberikan bahwa Atlanta menduduki ranking ke 3, sehingga Atlanta bukan lokasi yang dianjurkan. Setelah mempelajari dan mencermati laporan hasil kajian, dia menyatakan tidak oke dengan akhir yang dihasilkan, dan menyampaikan, “walaupun dianjurkan, saya beropini bahwa, angka, tidak dapat menggambarkan suasana secara keseluruhan”. Selanjutnya, dengan intuisinya beliau mengatakan bahwa Atlanta akan terbukti menjadi lokasi pabrik yang paling baik sepanjang kurun.
Pra keadaan ke dua yaitu pemilihan sistem analisis yang tepat merupakan syarat mutlak dalam menganalisis. Jika tata cara analisis dianalogkan dengan alat, contohnya alat potong, maka sebelum memangkas sebuah obyek, terlebih dahulu mesti dipilih alat potong yang tepat dan sesuai dengan obyek yang hendak diiris. Kesalahan dalam menentukan alat potong akan menyusahkan proses dalam memangkas dan mengurangi kualitas hasil. Misalnya untuk menebang pohon besar akan diseleksi senso sebagi alat potong, sehingga proses penebangan pohon mampu efisien dengan hasil yang membuat puas, sedangkan bila akan memangkas rumpun cukup dengan menggunakan gunting. Mungkinkah memotong rumput dengan senso, dan menebang pohon besar dengan gunting?.
Begitu pula dalam menganalisis, apalagi dahulu harus diseleksi alat analisis yang sesuai dengan obyek yang dianalisis. Analogi ini penting untuk menjelaskan bahwa kesalahan pemilihan metode analisis akan berakibat fatal, yakni kesulitan dalam proses analisis dan pada kesannya akan menciptakan keputusan yang salah. Sebagai contoh dalam menganalisis dilema-persoalan makro dapat digunakan analisis SWOT. Masalah makro banyak dipengaruhi oleh vareabel eksternal, oleh alasannya adalah itu harus diseleksi alat analisis yang meliputi dan cocok untuk menganalisis vareabel eksternal. Analisis SWOT merupakan tata cara analisis dimana vareabel-vareabel dikelompokkan menjadi dua ialah vareabel internal berisikan S (Strengths), W (Weaknesses), dan vareabel eksternal adalah O (Opportunities), dan T (Threats). Oleh alasannya analisis SWOT mencakup vareabel eksternal maka cocok diperguanakan untuk menganalisis masalah makro.
Pra keadaan selanjutnya yakni data yang lengkap, akurat dan terkini. Praktek di lapangan memperlihatkan bahwa ketersediaan data sering tidak mampu dipenuhi, atau mungkin terlampau banyak data yang tersedia tetapi tidak terkait dengan urusan dan tidak diharapkan sehingga menyulitkan dalam memilah antara data yang berkaitan dan tidak, antara data yang penting dan tidak, dan antara data yang akurat dan tidak, padahal keputusan mesti secepatnya diambil. Pra keadaan terakhir dalam pengambilan keputusan rasional adalah tersedianya waktu yang cukup untuk (1) memilih masalah riil di lapangan, (2) mengidentifikasi duduk perkara, (3) menganalisis persoalan, (4) membuat alternatif penyelesaian, (5) memilih solusi terbaik, dan (6) membuat analisis duduk perkara potensial. Masing-masing tahapan tersebut cukup memakan waktu panjang padahal keputusan mesti secepatnya diambil, dan kalau tidak, akan memiliki dampak luas.
Pra kondisi tersebut di atas harus dipenuhi untuk menerima keputusan yang tepat. Pertanyaannya, mungkinkah? Jika pra kondisi tersebut tidak mampu tercukupi maka akan mengakibatkan keadaan yang ambigu, tertundanya waktu pengambilan keputusan dan hasil keputusan yang tidak sempurna. Untuk menangani situasi tersebut sering dipakai intuisi.
Terdapat aneka macam persepsi ihwal intuisi, ialah intuisi sebagai sebuah wawasan, sebagai pendekatan untuk menanggapi suatu fenomena, dan selaku sebuah proses berfikir. Taylor and Francis Group 2010, mendefinisikan intuisi selaku sebuah proses berfikir. Group tersebut menyatakan bahwa input dan proses diatur dengan memakai pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang usang dan sudah diakumulasikan dalam memori. Pengelolaan input tersebut merupakan proses otomatis dengan tanpa menggunakan asumsi sadar. Dari input dan proses tersebut diperoleh output berupa perasaan (feeling) sebagai dasar untuk mengembangkan intuisi. Intuisi juga dapat didefinisikan sebagai perasaan untuk mengenali sesuatu dengan tanpa klarifikasi, tetapi intuisi bukan sesuatu yang mesterius. Inilah yang menciptakan intuisi menjadi menarik untuk dipelajari. Berdasarkan pengertian di atas, maka intuisi dibentuk dari proses yang panjang, otomatis, tidak menggunakan asumsi sadar, dan tidak mampu dijelaskan asal usulnya. Intuisi dikembangkan dari pengetahuan yang telah usang diperoleh dan diakumulasikan di dalam memori. Dalam Weil, Kakabadse menyatakan bahwa intuisi merupakan metode yang syah (legitimate) dalam pengambilan keputusan.
Selanjutnya, Kakabadse juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan dengan intuisi digunakan dalam situasi ambigu, tidak stabil atau pada waktu terdapat isu yang berlebihan. Senada dengan Kakabadse, Robbins (2001), menyatakan bahwa pengambilan keputusan dengan intuisi dapat dijalankan pada kondisi (1) ketidak pastian yang tinggi, (2) kekurangan / ketidak lengkapan bukti, (3) tidak dapat diprediksinya vareabel secara rasional/ilmiah, (4) terbatasnya fakta, (5) tidak sepenuhnya fakta terkait dengan masalah, (6) terbatasnya data untuk analisis, (7) terdapat beberapa alternatif penyelesaian yang baik dan argumentatif, dan (8) keterbatasan waktu.
Seperti telah dihidangkan di atas bahwa terdapat kekerabatan dekat antara pengalaman dengan intuisi, bertambah banyak pengalaman kian baik intuisi yang dihasilkan. Sebagai gambaran, berikut disampaikan hasil riset wacana hubungan antara pengalaman dengan intuisi. Robbins dan Judge (2009) memberikan hasil riset wacana pemain catur. Riset tersebut memilih pemain catur pemula dan pemain tingkat grandmaster selaku obyek yang diteliti. Mereka diminta untuk memperhatikan 25 buah anak catur yang disusun di atas papan catur mirip pada permainan catur bahwasanya /riil. Setelah 5 sampai 10 detik, anak catur tersebut dipindahkan, dan mereka diminta mengembalikan masing-masing anak catur pada posisi semula. Ternyata, pemain pemula hanya dapat menempatkan 6 buah anak catur yang benar, sedangkan pemain grandmaster mampu menempatkan 24. Kemudian penelitian dilanjutkan dengan meletakkan lagi 25 buah anak catur di atas papan catur secara acak, kemudian dipindahkan. Mereka diminta untuk menyusun kembali anak catur tersebut pada posisi semula. Ternyarta kesannya sama antara pemain pemula dengan pemain grandmaster adalah masing-masing menempatkan sekitar 6 anak catur yang benar.
Permainan tersebut menawarkan bahwa intuisi terkait erat dengan pengalaman seseorang. Pada permainan pertama pemain grandmaster jauh lebih unggul dari pada pemain pemula, oleh alasannya adalah pemain grandmaster telah berpengalaman ribuan kali dalam bermain catur, mereka mampu mengenali posisi dan pengelompokkan anak catur yang sedang dimainkan. Robbins dan Judge (2009) juga menyatakan bahwa pemain catur profesional bisa bermain 50 permainan secara simultan, sehingga keputusan hanya diambil dalam hitungan detik. Pada permainan kedua, memberikan bahwa kemampuan pemain grandmaster sama dengan kesanggupan pemain pemula, oleh sebab anak catur disusun secara acak atau bukan pada posisi permainan yang bergotong-royong, sehingga mereka sama-sama tidak mempunyai pengalaman. Dengan tidak adanya pengalaman, mereka kesusahan dalam mengidentifikasi, menggolongkan, dan mempolakan posisi anak catur tersebut, dan pada kesudahannya mereka tidak mampu menempatkan kembali anak catur pada posisi semula.
Hasil riset perihal intuisi selanjutnya, Klein (2002), menyatakan bahwa 90% keputusan penting diambil berdasarkan intuisi. Walaupun pengambilan keputusan dengan intuisi sering dikerjakan, namun para pengambil keputusan tidak secara eksplisit menyatakan bahwa keputusan berasal dari intuisi. Biasanya sesudah keputusan ditetapkan, kemudian dimunculkan dalam model rasional, agar secara formal dapat akuntabilitaskan, dan diterangkan mengapa keputusan tesebut diambil. Dengan uraian tersebut maka seorang pemimpin harus mempunyai kesanggupan intutif yang baik. Kemampuan intuitif perlu dikembangkan oleh alasannya kesanggupan intuitif ialah kemampuan yang dapat membedakan antara pemimpin satu dengan pemimpin yang lain. Semakin baik kesanggupan intuitif yang dimiliki, kian sukses pemimpin tersebut. Untuk memajukan kemampuan intuitif, perlu diamati tips-kiat berikut.
1) Menyiapkan kondisi fisik
Intuisi akan mampu melakukan pekerjaan manakala badan sehat / fit, dengan perasaan tenang, bahagia dan situasi yang nyaman. Sebaliknya intuisi sukar muncul pada keadaan sakit, lelah duka, gundah, takut dan perasaan negatif lainnya.
2) Mengembangkan pengalaman
Pengalaman daoat dikembangkan dengan cara mencatat dan mengecek insiden penting yang sudah kita alami, merenungkan, dan menginternalisasi makna kejadian tersebut pada suasana yang tenang. Pengalaman juga dapat dikembangkan dari orang lain yang telah melakukan. Pengalaman orang lain yang sudah dikemas dalam bentuk info kemudian dikelompokkan menurut klasifikasi tertentu, dan dianalisis untuk menerima sebuah selesai. Simpulan tersebut kita internalisasi, ingat-ingat dalam memori, untuk menghidupkan intuisi dalam menyikapi peristiwa-insiden.
3) Belajar
Belajar mampu dikerjakan dengan mengikuti training, seminar, dan membaca buku dsb. Dengan berguru maka pengetahuan dan wawasan seseorang akan bertambah dan berikutnya dapat memajukan kesanggupan intuisi untuk memperlihatkan menilai atas suasana yang terjadi.
4) Mengamati momen timbulnya intuisi
Momen timbulnya intuisi setiap orang tidak sama, contohnya ada yang momennya datang pada waktu sedang di kamar kecil, pada waktu di pantai, pada waktu menikmati musik dan sebagainya. Untuk itu setiap orang perlu mengobservasi momen-momen yang tepat bagi dirinya yang dapat memunculkan intuisi. Dalam psikologi, Lang (2011), intuisi muncul dari anggapan dibawah sadar dimana pikiran dibawah sadar mengalir gelombang theta yang diikuti dengan munculnya kecerdasan diri.
5) Melatih diri
Melatih diri untuk berintuisi, dengan cara memprediksi kemungkinan apa yang akan terjadi, contohnya secara sederhana dengan memprediksi suasana yang hendak tiba dari peristiwa kecil, misalnya memprediksi siapa yang sms / menelpon pada waktu nada panggil handphone berdering?, apakah rapat akan dimulai sempurna waktu?, dan sebagainya. Dapat juga berlatih dengan memprediksi kondisi yang hendak terjadi sesuai bidang profesi masing-masing.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan memakai sistem rasional dan intuisi secara simultan. Weil (2008) menyatakan bahwa sistem rasional dan intuisi ialah dua metode penting yang saling melengkapi (komplementer) dalam proses pengambilan keputusan.
1.3 Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan didefinisikan sebagai langkah yang diambil oleh pembuat keputusan untuk memilih alternatif yang tersedia. Adapun langkah sistematis yang mesti dijalankan dalam proses pengambilan keputusan yakni sebagai berikut :
1.Mengidentifikasi atau mengenali persoalan yang dihadapi
2.Mencari alternatif perusahaan bagi persoalan yang dihadapi
3.Memilih alternatif yang efisien dan efektif untuk memecahkan dilema
4.Melaksanakan alternatif tersebut
5.Mengevaluasi alternatif yang dikerjakan sukses
Berikut ini merupakan penjabaran proses pengambilan keputusan.
1.Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan intinya yaitu proses pemecahan duduk perkara yang menghalangi atau menghambat tercapainya tujuan. Agar masalah mampu dipecahkan, apalagi dulu harus diketahui apa masalahnya. Pengambilan keputusan mampu dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada penyeleksian sebuah jalur langkah-langkah di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keputusan dibentuk untuk mencapai tujuan lewat pelaksanaan atau tindakan. Pengambilan keputusan merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi individu maupun organisasi. Mengambil keputusan kadang kala mudah namun lebih sering sulit sekali.
2.Mencari alternatif pemecahan
Setelah duduk perkara dimengerti maka mampu dijalankan penelusuran terhadap alternatif-alrternatif yang mungkin mampu memecahkan problem yang dihadapi. Dalam mencari alternatif hendaknya tidak mamikirkan persoalan efisiensi dan efektifitas. Ynag terpenting ialah mengumpulkan sebanyak-banyaknya alternatif. Setelah alternatif terkumpul, barulah disusun berurutan dari yang paling dikehendaki hingga yang tidak diinginkan. Kemudahan atau kesusahan mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak alternatif yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan.
3.Memilih alternatif
Setelah alternatif tersusun, barulah dapat dikerjakan opsi alternatif yang dapat memperlihatkan faedah, dalam arti dapat memecahkan masalah dengan cara yang paling efektif dan efisien. Sebelum menjatuhkan opsi pada suatu alternatif, olok-olokan pertanyaan untuk tiap-tiap alternatif.
4.Pelaksanaan alternatif
Setelah alternatif dipilih, tibalah saatnya melaksanakannya ke dalam bentuk tindakan. pelaksanaan mesti sesuai denga rencana, supaya tujuan memecahkan masalh mampu tercapai.
5.Evaluasi
Setelah alternatif dikerjakan, bukan berarti proses pengambilan keputusan telah final. Pelaksanaan alternatif harus terus diperhatikan, apakah berjalan sesuai dengan yang dibutuhkan. Bila langkah-langkah pelaksanaan sudah dikerjakan dengan benar namun hasil yang diraih tidak maksimal, telah waktunya untuk mempertimbangkan kembali penyeleksian alternatif yang lain. Tidak maksimalnya hasil yang diraih mungkin terjadi sebab efek negatif memiliki peluang benar-benar terjadi, atau mungkin efek negatif yang tadinya tidak diperkirakan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Formalisasi Analisa Keputusan
Formalisasi yaitu suatu sistem untuk memilih secara lebih sempurna isi wawasan. Ini dilaksanakan dengan membandingkan atas cara tertentu obyek atau tanda-tanda yang dipelajari dengan konstruksi material yang relatif stabil. Formalisasi memungkinkan tersingkap dan terbentuknya faktor yang esensial dan yang sesuai dengan hukum dari obyek yang diuji. Sebagai metode epistemologi, formalisasi menolong memantapkan dan mengkhususkan isi dengan memutuskan dan memutuskan bentuknya. Setiap for malisasi dibutuhkan untuk menunjukkan sebuah gambaran kasar tentang realita yang hidup, yang berkembang. Tetapi citra bergairah ini merupakan faktor hakiki dari proses kognisi.
Secara historis, formalisasi timbul serempak dengan asumsi dan bahasa. Langkah penting dalam perkembangan formalisasi berafiliasi dengan munculnya bahasa goresan pena. Kemudian, tatkala ilmu meningkat , utamanya matematika, tanda khusus ditambahkan pada bahasa natural. Bersama dengan akal for mal muncullah metode formalisasi logis, yang dipakai untuk menyingkapkan bentuk logis kesimpulan dan bukti. Penciptaan kalkulus yang menggunakan huruf-karakter dalam matematika dan hadirnya ide ihwal kalkulus logis, ialah ta hap penting dalam pertumbuhan tata cara formalisasi. Kon struksi kalkulus logis, yang mulai dalam nalar matematis da lam pertengahan masa ke-19, memungkinkan diterapkannya metodenya pada formalisasi seluruh cabang ilmu wawasan. Bidang wawasan yang diformalisasikan dengan logika matematis, mendapatkan karakter sistem logis.
Analisa keputusan yakni teladan berpikir sistematis dalam pengambilan keputusan, yang bermaksud untuk mengidentifikasi apa yang harus dilaksanakan, pengembangan patokan khusus untuk meraih tujuan, menganalisa alternatif tindakan yang tersedia yang berafiliasi dengan standar dan mengidentifikasi kemungkinan resiko yang melekat pada sebuah keputusan tersebut. Sehingga, formalisasi analisa keputusan yaitu suatu sistem untuk memilih secara lebih sempurna tentang hasil dari analisa problem sehingga mendapatan sebuah keputusan yang tepat.
2.2 Perbedaan Analisa Keputusan dan Intuisi
Pengambilan keputusan dengan memakai sistem evaluasi keputusan memakai tahapan yang terang sehingga mampu diakuntabilitaskan dan diterangkan mengapa sebuah keputusan diambil. Kelebihan utama pengambilan keputusan berdasarkan evaluasi keputusan ialah tersedianya data yang akurat, lengkap, dan terkini.
Pengambilan keputusan dengan intuisi dipakai dalam kondisi ketidak pastian yang tinggi, keterbatasan/ketidak lengkapan bukti, tidak mampu diprediksinya variabel secara rasional/ilmiah, terbatasnya fakta, tidak sepenuhnya fakta terkait dengan problem, terbatasnya data untuk analisis, terdapat beberapa alternatif penyelesaian yang bagus dan argumentatif, keterbatasan waktu.
2.3 Alat dalam Pengambilan Keputusan
Analisis keputusan bukanlah suatu mekanisme yang mujarab, dalam pemahaman dia mampu mengganti keadaan lingkungan. Manusia dalam memecahkan persoalan membutuhkan “alat” yang menempel pada dirinya, yaitu: kecerdasan, persepesi dan falsafah.
Dengan kecerdasan dan kesanggupan yang dimiliknya, manusia menerima beberapa alternatif dalam mengambil suatu keputusan. Alternatif tersebut haruslah dijabarkan secara kuantitatif bukan penjabaran secara lazim. Berkenaan dengan hubungan – korelasi dalam tata cara (struktur persoalan) dan dengan ketidakpastian (probability). Terkait dengan hal tersebut maka dalam memcahkan masalah dibutuhkan gosip yang mampu dikategorikan dalam dua bentuk, ialah:
1.Penyusunan model
Menggambarkan korelasi – korelasi logis yang mendasari persoalan keputusan kedalam suatu versi sistematis dan mencerminkan hubungan diantara faktor – faktor yang terlibat.
2. Penetapan nilai keputusan
Cara menggambarkan keidakpastian seseorang dalam menghadapi kejadian atau variabel yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan atau pada saat menghadapi berita yang dimiliki wacana peristiwa yang tak niscaya.
Pernyataan nilai kemungkinan ialah suatu state of mind, sebuah cara untuk menggambarkan ketidakpastian seseorang dalam menghadapi suatu kejadian atau variabel-variabel. Pada dasarnya setiap orang dapat berpikir secara probabilistik meskipun membutuhkan seseorang yang lebih ahli untuk itu. Analisis keputusan mampu melakukan penjajagan dan menjabarkan implikasi dari ketidakpastian secara efektif.
Dalam menentukan opsi dalam penetapan preferensi yang paling berguna diantara alternatif – alternatif yang ada perlu mengamati penetapan nilai, preferensi atas waktu, dan preferensi atas resiko.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Formalisasi evaluasi keputusan berlainan dengan intuisi. Pengambilan keputusan ialah proses mengidentifikasi alternatif yang ada sehingga dapat diseleksi yang paling sesuai dengan nilai dan tujuan individu untu mendapatan solusi dari duduk perkara tertentu. Dasar – dasar pengambilan keputusan meliputi, intuisi, pengalaman, fakta, wewenang dan rasional.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/37944847/MAKALAH_FORMALISASI_ANALISA_KEPUTUSAN
*Sumber: https://www.academia.edu/37944847/MAKALAH_FORMALISASI_ANALISA_KEPUTUSAN
Post a Comment for "Formalisasi Evaluasi Keputusan"